Sistem Pendidikan Top-down
Dalam kehidupan kita pasti sering
mendengar istilah pendidikan. Pendidikan bukanlah hal yang asing, sehingga
menjadi sesuatu yang perlu diketahui. Pendidikan bukan hanya untuk diketahui,
melainkan dengan memahami dan menjalankan prosesnya. Secara bahasa, pendidikan
dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang atau
kelompok yang dilakukan secara sadar dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan. Selama ini
masih banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa pendidikan hanya didapatkan
dalam lingkup sekolah maupun perguruan tinggi. Namun pendidikan pertama kali
didapatkan dalam lingkup keluarga dan juga lingkungan. Dalam lingkup keluarga
dan lingkungan, seorang anak akan belajar tingkah laku (etika atau sopan
santun) serta dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Sedangkan dalam lingkup
sekolah, seorang anak akan mendapat ilmu pengetahuan yang lebih kompleks. Dalam
sekolah juga terdapat peran yang sangat penting dalam pembelajaran yaitu guru
(pendidik) dan juga peserta didik.
Pendidikan yang berlangsung
disekolah terkadang mempunyai sistem pendidikan yang berbeda, salah satunya
adalah sistem pendidikan top-down (dari atas ke bawah). Sistem pendidikan
top-down adalah sistem dimana para peserta didik dianggap sebagai manusia yang
tidak tahu apa-apa. Guru hanya sebagai pemberi arahan kepada peserta didik
untuk menghafal apa isi pelajaran. Guru sebagai peran penting bagi peserta
didik sehingga peserta didik sulit untuk
mengembangkan pemikiran dari apa yang telah disampaikan oleh guru. Otak peserta
didik hanya dipandang sebagai ruang penyimpanan sementara, dimana pengetahuan
guru ditransfer ke dalam otak peserta didik dan peserta didik hanya dapat
menampung apa saja yang disampaikan guru. Sistem pendidikan top-down ini sangat
tidak efektif dan efisien, karena sistem pendidikan top-down sangat menindas
hak para peserta didik. Peserta didik hanya menerima sajian pembelajaran tanpa
dituntut untuk mengembangkan materi yang telah disiampaikan. Peserta didik
hanya akan mematuhi dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh guru, tanpa
berfikir manfaat yang didapatkan pada saat proses pembelajaran. Sehingga guru
atau pembimbing akan berfikir bahwa peseta didik tidak bisa memahami apa yang
telah diperintahkan guru. Jika dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan
sistem pendidikan top-down maka peserta didik hanya siap untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa bersikap dan berfikir kritis. Sistem pendidikan top-down ini
membuat peserta didik tidak dapat bersikap mandiri, peserta didik hanya
mengandalkan bimbingan dan arahan yang diberikan seorang guru, sehingga ilmu
yang didapat hanya terfokus pada informasi yang telah diberikan oleh guru tanpa
mempelajarinya lebih dalam atau detail.
Dalam mengatasi permasalahan seperti
yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dengan menggunakan sistem pendidikan
top-down, guru sebaiknya perlu meningkatkan kualitasnya dengan cara melanjutkan
kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengikuti pelatihan-pelatihan
atau seminar guru tentang pendidikan dan cara menyampaikan materi secara
efisien kepada peserta didik. Guru sebaiknya menyampaikan materi tidak hanya
dengan ceramah. Guru juga dapat menyampaikan materi yang diberikan dengan
bantuan alat peraga atau media lainnya. Hal ini akan membantu peserta didik
menangkap materi yang diberikan guru dengan mudah.
Seharusnya
peserta didik tidak hanya bergantung pada guru, peserta didik harus mampu
menangkap, berfikir dan mengembangkan materi yang telah disampaikan oleh guru.
Jika guru telah menyampaikan materi secara efisien dan peserta didik belum
mampu menangkap materi serta peserta didik tidak berusaha untuk dapat menangkap
materi yang telah disampaikan guru maka
prestasi peserta didik akan rendah. Sistem pendidikan top-down sangat
tidak efisien, karena guru tidak membebaskan peserta didik dalam berfikir
kritis. Sebagai guru tidak semestinya untuk memandang rendah peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar