Kamis, 29 September 2016

MATEMATIKA INDIA (ARTIKEL 2)

Matematika India
           
Dalam kehidupan kita pasti tidak jauh dari kata metematika. Matematika memiliki hubungan yang sangan erat dengan rutinitas sehari-hari manusia. Matematika dapat membantu mmecahkan berbagai permasalahn yang dihadapi manusia contohnya dalam hal perdagangan, permerintahan, industri dan lain-lain. Dalam perjalanan sejarahnya, matematika berperan membangun peradaban manusia sepanjang masa.
Nama India merupakan nama baru yang disebut ejaan orang barat. Awal mulanya adalah Hind, yang terambil dari nama sungai Shindu, salah satu sungai diIndia dari kata tersebut kemudian menjadi Hindustan.
India telah memiliki pengetahuan besar mengenai matematika. Matematika Hindu atau matematika India dikenal sebagai Sulwa Sutra atau “tali dari sloka”.
            Matematika India atau matematika hindu muncul oada abad ke-26 SM dan berakhir pada abad ke-14 M. Metematika India berkembang setelah matematika China dan berakhir tepat sebelum munculnya matematika Eropa abad pertengahan. Matematika India dimulai sejak munculnya sebuah peradaban yang terletak di daerah aliran sungai Indus. Peradaban ini biasa disebut peradaban Lembah Indus. Peradaban Lembah Indus merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang sungai Indus dan sungai Ghaggar-Hakra yang sekarang Pakistan dan India barat. Peradaban ini sering juga disebut peradaban Harappa Lembah Indus, karena kota pengalihan pertamanya disebut Harappa.
Sekitar abad ke-15 SM, bangsa India diusir oleh bangsa Arya yang datang dari Asia Tengah. Selama ±100 tahun bangsa Arya menyempurnakan tulisan Hindu dan bahasa Sansekerta. Beberapa penulis agama juga menulis sejarah matematika karena dalam pembangunan altar Budha direntangkan tali yang menunjukkan pengenalan Pythagoras.
Kemudian lahirlah matematika Vedanta yang berkembang di India sejak zaman besi. Sekitar abad ke-9 SM, seorang matematikawan benama Shatapatha Brahmana mulai menemukan pendekatan nilai π, dan kemudian antara abad ke-8 dan ke-5 SM, Sulba Sutras memberikan tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan rasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar kubik, yaitu dengan menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan, memberikan metode konstruksi lingkaran dan perhitungan luasnya menggunakan susunan persegi, menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat serta mengembangan Tripel Pythagoras.
Pada tahun 550 banga India menemukan bilangan nol dan penulisan sistem letak untuk bilangan. Angka India atau Argam Hindiyyah dimuali satu tempat kosong untuk angka nol. Para ahli matematika telah lama menemukan bilangan nol, tetapi belum ada simbonya. Aryabrata menyebut bilagan nol dengan kata “kha”. Aryabrata telah memasukkan nolpada sistem perhitungan bukan sekedar tempat kosong. Konsep bilangan nol menggunakan satu tempat kosong didalam pengaturan bentuk tabel telah dikenal dan didunakan di India dari abad ke-6. Penggunakan simbol nol oleh orang India yang pasti adalah di Gwalior Tablet Stone pada tahun 876. Dokumen tersebut tercetak pada lempengan tembaga dengan simbol “0”.
Ensiklopedi Britanica mengatakan “literatur Hindu membuktikan bahwa bilangan nol mungkin telah dikenal di depan kelahiran Kristus, tetapi tidak ada catatan yang ditemukan dengan simbol seperti itu didepan abad ke-9”. Ide-ide brilian matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika marematika  Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India) yang menggambarkan sistem niali tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Al-khawarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem itu disebut sebagai sistem bilangan Desimal.
            Matematika Hindu atau matematika India dikenal sebagai Sulwa Stra atau “tali dari sloka”. Semua hal yang datang dari matematika India, angka nol adalah yang paling menonjol.
Pada tahun 550 bangsa India menemukan bilangan nol dan penulisan sistem letak untuk bilangan. Para ahli matematika India telah lama menemukan bilangan nol, tetapi belum ada simbolnya. Kemudian Aryabrata menuebut bilangan nol dengan kata “kha”. Penggunaaan simbol nol oleh orang India yang pasti adalah di Gwalior Tablet Stone padatahun 876. Dokumen tersebt tercetak pada lempengan tembaga dengan simbol “0” kecil tercetak disitu.
Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan India yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Al-Khawarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh.



DAFTAR PUSTAKA
 

Kamis, 22 September 2016

SISTEM PENDIDIKAN TOP-DOWN (ARTIKEL 1)



Sistem Pendidikan Top-down
            Dalam kehidupan kita pasti sering mendengar istilah pendidikan. Pendidikan bukanlah hal yang asing, sehingga menjadi sesuatu yang perlu diketahui. Pendidikan bukan hanya untuk diketahui, melainkan dengan memahami dan menjalankan prosesnya. Secara bahasa, pendidikan dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap atau tingkah laku seseorang atau kelompok yang dilakukan secara sadar dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang sesuai prosedur pendidikan. Selama ini masih banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa pendidikan hanya didapatkan dalam lingkup sekolah maupun perguruan tinggi. Namun pendidikan pertama kali didapatkan dalam lingkup keluarga dan juga lingkungan. Dalam lingkup keluarga dan lingkungan, seorang anak akan belajar tingkah laku (etika atau sopan santun) serta dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Sedangkan dalam lingkup sekolah, seorang anak akan mendapat ilmu pengetahuan yang lebih kompleks. Dalam sekolah juga terdapat peran yang sangat penting dalam pembelajaran yaitu guru (pendidik) dan juga peserta didik.
            Pendidikan yang berlangsung disekolah terkadang mempunyai sistem pendidikan yang berbeda, salah satunya adalah sistem pendidikan top-down (dari atas ke bawah). Sistem pendidikan top-down adalah sistem dimana para peserta didik dianggap sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru hanya sebagai pemberi arahan kepada peserta didik untuk menghafal apa isi pelajaran. Guru sebagai peran penting bagi peserta didik sehingga peserta didik  sulit untuk mengembangkan pemikiran dari apa yang telah disampaikan oleh guru. Otak peserta didik hanya dipandang sebagai ruang penyimpanan sementara, dimana pengetahuan guru ditransfer ke dalam otak peserta didik dan peserta didik hanya dapat menampung apa saja yang disampaikan guru. Sistem pendidikan top-down ini sangat tidak efektif dan efisien, karena sistem pendidikan top-down sangat menindas hak para peserta didik. Peserta didik hanya menerima sajian pembelajaran tanpa dituntut untuk mengembangkan materi yang telah disiampaikan. Peserta didik hanya akan mematuhi dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh guru, tanpa berfikir manfaat yang didapatkan pada saat proses pembelajaran. Sehingga guru atau pembimbing akan berfikir bahwa peseta didik tidak bisa memahami apa yang telah diperintahkan guru. Jika dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan sistem pendidikan top-down maka peserta didik hanya siap untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bersikap dan berfikir kritis. Sistem pendidikan top-down ini membuat peserta didik tidak dapat bersikap mandiri, peserta didik hanya mengandalkan bimbingan dan arahan yang diberikan seorang guru, sehingga ilmu yang didapat hanya terfokus pada informasi yang telah diberikan oleh guru tanpa mempelajarinya lebih dalam atau detail.
         Dalam mengatasi permasalahan seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya dengan menggunakan sistem pendidikan top-down, guru sebaiknya perlu meningkatkan kualitasnya dengan cara melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar guru tentang pendidikan dan cara menyampaikan materi secara efisien kepada peserta didik. Guru sebaiknya menyampaikan materi tidak hanya dengan ceramah. Guru juga dapat menyampaikan materi yang diberikan dengan bantuan alat peraga atau media lainnya. Hal ini akan membantu peserta didik menangkap materi yang diberikan guru dengan mudah.
Seharusnya peserta didik tidak hanya bergantung pada guru, peserta didik harus mampu menangkap, berfikir dan mengembangkan materi yang telah disampaikan oleh guru. Jika guru telah menyampaikan materi secara efisien dan peserta didik belum mampu menangkap materi serta peserta didik tidak berusaha untuk dapat menangkap materi yang telah disampaikan guru maka  prestasi peserta didik akan rendah. Sistem pendidikan top-down sangat tidak efisien, karena guru tidak membebaskan peserta didik dalam berfikir kritis. Sebagai guru tidak semestinya untuk memandang rendah peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA